Nyai Siti Walidah, yang dikenal pula dengan panggilan Nyai Ahmad Dahlan, merupakan salah satu tokoh perempuan paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia. Lahir pada 3 Januari 1872 di Kauman, Yogyakarta, ia tumbuh di lingkungan religius di bawah asuhan ayahnya, Kyai Haji Muhammad Fadli, seorang ulama terkemuka dari Kesultanan Yogyakarta.
Dididik secara intensif di rumah, ia mempelajari Al-Qur’an, bahasa Arab, dan ilmu-ilmu Islam lainnya. Kehidupan rumah dan lingkungannya yang dipenuhi ulama, turut membentuk semangat perjuangan dan intelektualitasnya.
Siti Walidah menikah dengan Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Bersama suaminya, ia menghadapi berbagai tantangan, termasuk ancaman dari kaum konservatif, karena gerakan pembaruan Islam yang mereka perjuangkan.
Sopo Tresno dan Kelahiran Aisyiyah
Pada tahun 1914, Siti Walidah mendirikan kelompok pengajian Sopo Tresno, yang menjadi cikal bakal organisasi perempuan Aisyiyah. Melalui kelompok ini, ia mengajarkan baca tulis dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan perempuan. Kelompok ini menjadi benteng dakwah sekaligus perlawanan terhadap kristenisasi di Jawa.
Pada 22 April 1917, Aisyiyah diresmikan sebagai organisasi perempuan di bawah naungan Muhammadiyah, dengan Siti Walidah sebagai ketuanya. Organisasi ini menjadi pelopor pendidikan perempuan, mendirikan sekolah, asrama, dan program literasi. Ia juga vokal menentang kawin paksa dan menegaskan bahwa perempuan adalah mitra sejajar laki-laki.
Kepemimpinan dan Warisan Perjuangan
Setelah Ahmad Dahlan wafat pada 1923, Siti Walidah tetap aktif memimpin Aisyiyah dan Muhammadiyah. Ia menjadi perempuan pertama yang memimpin Kongres Muhammadiyah ke-15 di Surabaya tahun 1926. Aksi ini menarik perhatian media dan memperluas pengaruh Aisyiyah ke seluruh Nusantara.
Meski menghadapi larangan selama pendudukan Jepang, ia tetap berjuang lewat pendidikan dan menjaga para siswa dari paksaan ideologi Jepang. Selama Revolusi Nasional, Siti Walidah aktif membantu para pejuang dengan memasak, menyuplai logistik, serta mendukung militer secara moril.
Siti Walidah wafat pada 31 Mei 1946, dalam usia 74 tahun. Pemakamannya dihadiri oleh pejabat tinggi negara, termasuk Menteri Agama dan Sekretaris Negara. Ia dimakamkan di belakang Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, sebagai bentuk penghormatan atas jasanya bagi bangsa dan negara.
Comment