Banten, Kreatornews.com – Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), taman nasional tertua di Indonesia yang telah ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO sejak 1991, menjadi perhatian utama Prawita GENPPARI dalam rangka pelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati. Wilayah ini merupakan habitat terakhir bagi sekitar 80 ekor badak jawa (Rhinoceros sondaicus), spesies langka yang kini berada di ambang kepunahan.
Pemerhati lingkungan sekaligus Ketua DPP Prawita GENPPARI, Dede Farhan Aulawi, mengungkapkan pentingnya pelestarian badak bercula satu dalam kunjungannya ke TNUK, Senin (2/6). Ia menyampaikan bahwa kawasan Ujung Kulon memiliki hutan lindung yang sangat luas, dan menjadi satu-satunya tempat tersisa di dunia yang menjadi rumah bagi spesies badak jawa.
“Keberadaan badak bercula satu sangat kritis. Saat ini, populasinya diperkirakan hanya tersisa sekitar 80 ekor. Oleh karena itu, berbagai upaya pelindungan dan pelestarian dilakukan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Kami dari Prawita GENPPARI berkomitmen mendukung langkah-langkah strategis tersebut,” ujar Dede.
Dede menambahkan bahwa dari lima spesies badak yang tersisa di dunia—badak jawa, badak sumatera, badak hitam, badak putih, dan badak india—badak jawa adalah salah satu yang paling terancam. Upaya pelestarian di Ujung Kulon menjadi sangat penting karena tidak ada lagi populasi liar badak jawa di tempat lain di dunia.
Karakteristik dan Tantangan Pelestarian
Badak jawa memiliki ciri khas berupa satu cula dengan panjang rata-rata 20–30 cm, yang biasanya hanya dimiliki oleh individu jantan. Pada badak betina, cula bisa jadi hanya tumbuh kecil, bahkan nyaris tak terlihat. Berat tubuh badak jawa berkisar antara 900 hingga 2.300 kg, dengan tinggi 1,2–1,7 meter dan panjang tubuh antara 3 hingga 3,4 meter. Menariknya, ukuran tubuh betina bisa lebih besar dibandingkan jantan.
“Badak ini cenderung memilih habitat hutan hujan dataran rendah yang rimbun serta rawa-rawa dengan semak dan perdu yang rapat. Mereka tidak menyukai daerah terbuka, terutama pada siang hari,” ungkap Dede.
Ia juga menyebutkan bahwa di kawasan TNUK, terutama di wilayah Gunung Honje yang berada di ketinggian hingga 600 mdpl, beberapa individu badak jawa sempat terpantau, menunjukkan kemampuan adaptasi mereka terhadap lingkungan pegunungan yang masih terjaga ekosistemnya.
Dari hasil diskusi dengan petugas TNUK, Dede menyampaikan bahwa badak jawa adalah hewan penjelajah yang pemalu dan sensitif. Mereka kerap berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain untuk mencari makan berupa ranting dan batang kecil. Jika terganggu, mereka mudah stres dan bahkan bisa menyakiti dirinya sendiri.
Komitmen Prawita GENPPARI dalam Pelestarian Lingkungan
Sebagai organisasi yang fokus pada pelestarian lingkungan, cagar budaya, serta flora dan fauna yang dilindungi, Prawita GENPPARI menegaskan komitmennya dalam mendukung upaya pelestarian satwa langka seperti badak jawa. Pihaknya memberikan apresiasi yang tinggi terhadap seluruh petugas Taman Nasional Ujung Kulon yang selama ini bekerja dengan penuh dedikasi dan profesionalisme.
“Konservasi badak jawa bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh elemen bangsa. Kami dari Prawita GENPPARI siap bersinergi demi masa depan keberlanjutan keanekaragaman hayati Indonesia,” pungkas Dede.
Penulis : Herman Geplak
Comment