Oleh : Dede Farhan Aulawi
Pemerintah Indonesia menetapkan kebijakan bahwa impor BBM dilakukan oleh Pertamina sebagai BUMN yang diberi mandat untuk menjaga pasokan energi nasional. Kebijakan ini memiliki tujuan utama, yaitu:
-
Menjamin ketahanan energi nasional.
-
Mengendalikan harga BBM.
-
Menjaga stabilitas pasokan serta distribusi BBM ke seluruh wilayah Indonesia.
Meski demikian, kebijakan ini tidak lepas dari kritik dan menimbulkan sejumlah persoalan dari kalangan pelaku industri maupun pengamat kebijakan energi.
Permasalahan Utama
-
Monopoli dan Minim Persaingan
Impor BBM sepenuhnya dikuasai Pertamina. Tidak adanya kompetitor menyebabkan persaingan harga dan kualitas menjadi tertutup. Kondisi ini bisa memunculkan inefisiensi, harga BBM yang tinggi, serta ketergantungan hanya pada satu entitas. -
Ruang Gerak Swasta Terbatas
Perusahaan swasta yang ingin menjual BBM non-subsidi tetap diwajibkan membeli dari Pertamina, meskipun mereka memiliki kemampuan dan akses impor sendiri. Hal ini dianggap menghambat iklim usaha serta menciptakan ketidakadilan bagi pelaku swasta yang berminat masuk ke pasar BBM. -
Potensi Inefisiensi Rantai Pasok
Ketergantungan pada satu importir membuat rantai pasok sangat bergantung pada Pertamina. Jika terjadi kendala logistik atau kesalahan manajemen, dampaknya bisa meluas hingga seluruh wilayah Indonesia. -
Harga BBM Kurang Kompetitif
Dalam sejumlah kasus, harga BBM yang dijual Pertamina dinilai lebih mahal dibandingkan jika badan usaha lain diberi akses untuk impor langsung. Hal ini berpengaruh pada biaya logistik nasional serta berdampak pada harga berbagai barang kebutuhan. -
Regulasi yang Kurang Seimbang
Sebagian pelaku industri menilai kebijakan ini tidak selaras dengan semangat liberalisasi sektor energi. Padahal, Undang-Undang Migas No. 22 Tahun 2001 sebenarnya memberi peluang terciptanya persaingan sehat dalam distribusi dan perdagangan BBM.
Alternatif Solusi dan Rekomendasi
-
Membuka Izin Impor untuk Swasta dengan regulasi ketat, khususnya bagi BBM non-subsidi atau kebutuhan industri, agar harga lebih kompetitif.
-
Transparansi Harga dan Rantai Pasok dengan membuka mekanisme pembentukan harga, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan publik.
-
Pengawasan Lebih Ketat Tanpa Monopoli di mana peran pemerintah difokuskan pada pengaturan dan pengawasan, bukan membatasi melalui satu perusahaan saja.
-
Mendorong Kompetisi Sehat antara BUMN dan Swasta, karena persaingan dapat memacu efisiensi sekaligus mendorong inovasi di sektor energi.
Penutup
Kebijakan impor BBM melalui Pertamina sesungguhnya memiliki niat baik, khususnya untuk menjaga ketahanan energi nasional. Namun, penerapannya menimbulkan konsekuensi berupa minimnya kompetisi, potensi inefisiensi, serta tingginya harga BBM.
Solusi yang diperlukan bukanlah menghapus peran Pertamina, melainkan menyeimbangkan peran negara dengan pihak swasta, serta membuka ruang persaingan yang sehat dan transparan. Dengan demikian, sektor energi nasional dapat dikelola secara lebih efisien, terjangkau, dan berkelanjutan.

Comment