Home » Berita » Permainan Catur Indonesia Imbangi Tarian BRICS & CEPA-UE

Permainan Catur Indonesia Imbangi Tarian BRICS & CEPA-UE

“Indonesia sedang memainkan strategi ‘bambu lentur’—lentur menghadapi tekanan global, tapi tetap kokoh menjaga kepentingan nasional.”
Dede Farhan Aulawi

Oleh Dede Farhan Aulawi

Jakarta, 20 Juli 2025 – Di tengah derasnya arus globalisasi, sekat-sekat antarnegara semakin menipis. Arus perputaran barang dan jasa melintasi batas negara dengan mengandalkan keunggulan kompetitif masing-masing bangsa. Semua bergerak dalam kerangka kepentingan nasional yang berkelindan, menjadikan pembentukan blok-blok ekonomi tak terhindarkan dalam strategi geopolitik global.

Momentum penting terjadi pada 13–15 Juli 2025, saat Presiden Prabowo Subianto bertemu dengan Presiden Emmanuel Macron di Paris. Dalam kunjungan kenegaraan tersebut, Presiden Prabowo menjadi tamu kehormatan dalam Parade Bastille Day—sebuah sinyal kuat kedekatan strategis antara Indonesia dan Prancis.

Dalam pertemuan bilateral dan dialog bisnis, kedua pemimpin menegaskan kembali posisi Prancis sebagai mitra utama modernisasi pertahanan Indonesia. Ini terlihat dari paket kerja sama yang mencakup jet tempur Rafale, kapal selam Scorpène, serta program transfer teknologi strategis.

Musibah dan Kepedulian Menjaga Kelestarian Alam

Tiga Langkah Strategis Indonesia

Pertemuan tersebut terjadi di tengah beberapa perkembangan penting:

  • Tarif 19% dari Amerika Serikat, hasil dari negosiasi kilat antara Jakarta-Washington, yang berhasil menurunkan ancaman bea 32% terhadap ekspor Indonesia.

  • Terobosan CEPA dengan Uni Eropa, berupa political agreement pada 13 Juli 2025, yang mengakhiri 10 tahun perundingan dan berpotensi memangkas mayoritas tarif atas produk Indonesia.

  • Deklarasi KTT BRICS di Rio, yang mengecam kenaikan tarif sepihak dan mendorong reformasi WTO serta penguatan solidaritas global selatan.

Ketiga langkah ini menunjukkan bagaimana Indonesia memainkan strategi diplomatik multifront, membangun kemitraan yang saling melengkapi tanpa harus bergantung pada satu poros kekuatan dunia.

Gedung Tua Veteran II: Jejak Kolonial yang Hidup di Era Digital

Risiko dan Tantangan

Analisis risiko terhadap posisi Indonesia dalam lanskap ekonomi-politik global dapat dirinci sebagai berikut:

Risiko Penjelasan Bobot Dampak
Tarif 19% dari AS Margin ekspor garmen, alas kaki, elektronik menurun; energi & agribisnis diuntungkan ★★★
Hambatan Non-Tarif UE (deforestasi, traceability) Potensi menahan ekspor CPO, karet, dan kayu sebelum CEPA efektif ★★
Fragmentasi BRICS Perbedaan posisi terkait Ukraina dan Gaza dapat mengurangi solidaritas ★★
Ketergantungan senjata Prancis Risiko jika Paris menunda suku cadang atau melakukan embargo ★★

Dampak Ekonomi Jangka Pendek

  1. Ekspor Manufaktur-AS: Biaya meningkat sekitar 6–8% dibanding 2024. Beberapa industri berpotensi merelokasi produksi ke Meksiko guna menghindari tarif.

  2. Hilirisasi Nikel dan Baterai: Kolaborasi Indonesia–Prancis semakin prospektif. CEPA membuka peluang prioritas pasokan mineral bersih untuk industri hijau Eropa.

  3. Sentimen Pasar: IHSG naik 0,8% pasca pengumuman tarif. Bank Indonesia memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga demi menjaga likuiditas eksportir.

Langkah Mitigasi

1. Aktivasi Payung BRICS:

Mengubah Nasib Anak Bangsa Lewat Piring Makan

  • Menggagas gugatan bersama ke WTO melalui Pasal XXIII GATT.

  • Mendorong penggunaan BRICS Pay dan sistem currency swap guna mengurangi eksposur terhadap USD.

  • Membentuk task force untuk rantai pasok mineral kritis.

2. Penyelesaian dan Implementasi CEPA-UE:

  • Front-loading schedule untuk percepatan penurunan tarif sebelum kemungkinan kenaikan tarif AS pada 2026.

  • Pemanfaatan masa transisi standar deforestasi selama tiga tahun dengan pendekatan One Map Policy.

  • Menukar akses bebas tarif untuk CPO olahan dan produk perikanan tropis dengan pembukaan jasa logistik, fintech, dan cloud computing Eropa di Indonesia.

3. Diversifikasi Diplomasi “Many-Doors”:

  • Percepatan perjanjian dagang preferensial (PTA) dengan Afrika dan Amerika Latin sebagai alternatif pasar ekspor padat karya.

  • Harmonisasi SNI dengan standar BRICS dan UE untuk mereduksi hambatan non-tarif lintas blok.

  • Jalur diplomasi Track II melalui think-tank dan forum bisnis guna meredam sentimen anti-AS dan menjaga arus investasi digital.

Kemitraan Strategis dengan Prancis: Pilar Baru di Barat

  1. Leverage Politik: Hubungan erat dengan anggota tetap Dewan Keamanan PBB menambah posisi tawar Indonesia dalam negosiasi tarif dengan AS.

  2. Transfer Teknologi: Paket pertahanan disertai industrial participation memperkuat komponen lokal (TKDN) pada industri maritim dan aeronautika.

  3. Diversifikasi Mitra Barat: Menghindari ketergantungan tunggal pada AS sekaligus meminimalkan risiko tarif politik di masa depan.


Penutup: Jurus Bambu Lentur Indonesia

Indonesia tampaknya memilih strategi “bambu lentur”lentur menghadapi tekanan, kokoh menjaga kepentingan nasional.
Dengan menyeimbangkan solidaritas BRICS di Selatan, kemitraan CEPA-UE untuk akses pasar Utara, serta menjadikan Prancis sebagai jangkar strategis di Barat, tarif 19% hanyalah rintangan sementara, bukan tembok permanen.

Semoga langkah-langkah diplomatik dan strategi ekonomi yang tengah dijalankan pemerintah Indonesia dapat berdampak nyata bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!
× Advertisement
× Advertisement