PEMBANGUNAN PAGAR LAUT OLEH NEGARA, PERSPEKTIF KEAMANAN DAN HUKUM
Oleh: Dede Farhan Aulawi
Pembangunan pagar laut kini menjadi isu strategis yang semakin relevan di tengah meningkatnya dinamika geopolitik, konflik perbatasan maritim, serta berbagai ancaman non-tradisional seperti penyelundupan, pencurian ikan (illegal fishing), dan pelanggaran batas wilayah. Bagi Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, penguatan pengawasan dan kontrol terhadap wilayah laut merupakan kebutuhan mutlak. Salah satu alternatif yang muncul adalah pembangunan pagar laut, baik dalam bentuk fisik (struktur penghalang, sensor bawah laut) maupun teknologi (pengawasan radar, satelit, dan drone).
Perspektif Keamanan Nasional
Dari sudut pandang keamanan nasional, pagar laut berfungsi sebagai instrumen pertahanan dan pengamanan wilayah teritorial. Laut Indonesia yang begitu luas dan terbuka kerap dimanfaatkan oleh aktor non-negara untuk melakukan aktivitas ilegal, seperti penyelundupan narkotika, perdagangan manusia, hingga penangkapan ikan ilegal oleh kapal asing. Keberadaan pagar laut, baik secara fisik maupun virtual (maritime surveillance system), dapat mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan sekaligus meningkatkan kemampuan deteksi dini aparat keamanan.
Selain itu, pembangunan pagar laut juga menjadi bagian dari strategi pertahanan berlapis untuk menghadapi ancaman eksternal. Dalam konteks Laut Natuna Utara misalnya, keberadaan kapal-kapal asing secara ilegal menjadi tantangan nyata bagi kedaulatan Indonesia. Pagar laut dapat berfungsi ganda, sebagai simbol penegasan batas wilayah sekaligus instrumen nyata dalam menjaga yurisdiksi nasional.
Namun, keberhasilan pembangunan pagar laut bergantung pada sistem integrasi antarlembaga seperti TNI AL, Bakamla, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Tanpa koordinasi yang kuat, teknologi secanggih apa pun tidak akan efektif. Dalam hal ini, pagar laut bukan hanya sekadar proyek infrastruktur, melainkan bagian dari kebijakan dan strategi keamanan maritim nasional yang terpadu.
Perspektif Hukum Nasional
Dari aspek hukum nasional, pembangunan pagar laut harus sejalan dengan ketentuan hukum yang berlaku, baik di tingkat nasional maupun internasional. Di tingkat nasional, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan menjadi dasar hukum bagi kewenangan negara dalam mengelola dan mengamankan wilayah perairannya.
Sebagai upaya perlindungan wilayah, pembangunan pagar laut wajib mematuhi prinsip-prinsip hukum internasional, termasuk penghormatan terhadap hak lintas damai (innocent passage) kapal asing di laut teritorial sebagaimana dijamin dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Artinya, pembangunan pagar laut tidak boleh menghambat hak lintas damai secara sepihak.
Sementara pada zona ekonomi eksklusif (ZEE), Indonesia memiliki hak berdaulat atas sumber daya alam, namun tidak sepenuhnya memiliki kewenangan mengatur lalu lintas kapal asing. Oleh karena itu, pembangunan pagar laut perlu disesuaikan dengan status hukum masing-masing zona laut.
Selain itu, aspek hukum lingkungan juga menjadi pertimbangan penting. Pembangunan struktur fisik di laut berpotensi menimbulkan gangguan terhadap ekosistem laut, sehingga wajib melalui kajian lingkungan hidup strategis dan analisis dampak lingkungan (AMDAL) sesuai ketentuan hukum lingkungan yang berlaku di Indonesia.
Dengan demikian, pembangunan pagar laut merupakan langkah strategis untuk memperkuat keamanan maritim Indonesia sekaligus menegaskan kedaulatan negara atas wilayah lautnya. Namun, implementasinya tidak dapat dilepaskan dari kerangka hukum nasional maupun internasional. Pagar laut perlu dibangun tidak hanya berdasarkan pertimbangan teknis dan militer, tetapi juga dengan pendekatan hukum, diplomasi, serta perlindungan lingkungan.
Melalui perencanaan yang komprehensif dan penegakan hukum yang konsisten, pembangunan pagar laut dapat menjadi bagian penting dari sistem pertahanan maritim Indonesia yang modern, tangguh, dan berdaulat.

Comment