Lelea, Kreatornews.com – Program Ketahanan Pangan yang digulirkan melalui Dana Desa di Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu, tengah menghadapi tantangan serius. Sejumlah desa masih bergantung pada Tim Pelaksana Kegiatan Ketahanan Pangan (TPKKP), sementara harapan besar ditujukan agar program ini segera dialihkan kepada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang lebih berkelanjutan. Di balik dinamika ini, peran Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Kasi PMD) Kecamatan Lelea, Ade Juliansyah, S.IP., M.Si., menjadi sorotan penting.
Saat dimintai keterangannya pada Senin, 28 Juli 2025, Ade menjelaskan bahwa skema TPKKP hanya bersifat sementara dengan batas waktu enam bulan. “TPKKP ini hanya jembatan. Harapannya, selama enam bulan, desa bisa membenahi kelembagaan dan beralih ke BUMDes. Kalau memungkinkan, pengurus TPKKP bisa direkrut menjadi pengelola BUMDes,” ujarnya di ruang kerjanya yang penuh dengan tumpukan laporan dari berbagai desa.
Dari 11 desa di Kecamatan Lelea, hampir 60 persen sudah memulai pelaksanaan program. Namun realisasi di lapangan belum seragam. Hanya Desa Tunggulpayung yang sudah mampu melaksanakan kegiatan melalui BUMDes. Sementara 10 desa lainnya masih menggunakan skema TPKKP. Meski dana sudah dicairkan, beberapa desa belum bergerak. Seperti halnya Desa Cempeh yang telah menerima dana tahap pertama sejak seminggu lalu namun belum menjalankan kegiatan apapun.
Kondisi serupa juga terjadi di Desa Tugu. Rencana pengembangan usaha ayam petelur terpaksa terhenti akibat penolakan warga terhadap pendirian kandang ayam. Meski dana sudah cair, TPKKP setempat memilih mundur karena khawatir terhadap konflik sosial yang bisa memicu penolakan lebih besar. “Ini bukan sekadar soal teknis. Ketika ada penolakan dari masyarakat, pelaksana jadi ragu dan enggan melanjutkan. Itu harus kita hadapi dengan pendekatan dialog dan musyawarah,” terang Ade.
Beberapa desa memang mengalami konflik internal, baik antar pengurus maupun dengan warga. Hal ini menurut Ade menjadi salah satu hambatan utama dalam merealisasikan program yang seharusnya memberi manfaat langsung bagi ketahanan pangan keluarga di desa. Namun ia juga menegaskan bahwa pihak kecamatan tidak pernah mengarahkan atau menunjuk pihak ketiga tertentu dalam pelaksanaan program. “Saya tidak pernah memerintahkan desa untuk menyerahkan kegiatan ke siapa pun. Yang saya tekankan hanyalah bahwa pelaksanaan harus sesuai aturan. Ayam pullet misalnya, harus berasal dari perusahaan bersertifikat dan sudah divaksin, seperti yang diatur dalam Perbup Nomor 03 Tahun 2024,” tegasnya.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban penggunaan Dana Desa yang akuntabel, pengadaan barang dan jasa dalam program ketahanan pangan juga harus mengikuti Peraturan Bupati Indramayu Nomor 35.2 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa di Desa. Hal ini penting mengingat alokasi anggaran untuk ketahanan pangan rata-rata di atas Rp50 juta per desa, meskipun proporsi 20% dari Dana Desa bervariasi. Dengan regulasi ini, pelaksanaan kegiatan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, teknis, dan administrasi oleh pemerintah desa.
Di tengah segala tantangan tersebut, Ade Juliansyah terus mendorong agar desa-desa tidak hanya menyelesaikan kegiatan, tetapi juga memperkuat kelembagaan. Ia percaya bahwa keberlanjutan program hanya bisa dicapai bila desa memiliki BUMDes yang sehat dan profesional. Baginya, TPKKP bukan hanya alat pelaksana, tetapi juga jembatan pembelajaran menuju tata kelola yang lebih baik. “Kalau pengurus TPKKP terbukti mampu, kenapa tidak kita dorong menjadi bagian dari BUMDes? Ini soal keberlanjutan,” ucapnya.
Di ruang kerjanya yang sederhana namun sibuk, Ade menjadi penghubung antara regulasi, harapan masyarakat, dan realita desa yang kompleks. Ia tak sekadar menjadi pengawas kegiatan, tapi juga fasilitator dialog dan penyelesai konflik. Ia memahami bahwa pembangunan desa tak bisa disulap dalam semalam. Tapi langkah kecil dan konsisten, seperti membina TPKKP agar siap menjadi embrio BUMDes, adalah cara nyata membangun kemandirian desa dari dalam.
Program Ketahanan Pangan adalah wajah dari semangat swasembada desa. Di Kecamatan Lelea, program ini mungkin belum sepenuhnya berjalan mulus. Namun dengan komitmen dan kepemimpinan yang kuat di tingkat kecamatan, seperti yang diperankan Ade Juliansyah, jalan menuju kemandirian kelembagaan desa tampaknya tinggal menunggu waktu.
Comment