Bandung, Kreatornews.com – Pemerhati Pertahanan dan Keamanan (Hankam) Dede Farhan Aulawi menegaskan bahwa organisasi kemasyarakatan (ormas) memiliki peran strategis dalam membantu pemerintah menekan aktivitas premanisme dan menjaga kondusivitas wilayah. Hal ini disampaikannya saat menjadi narasumber dalam kegiatan Pendidikan Politik Ormas se-Kota Bandung yang digelar oleh Badan Kesbangpol Kota Bandung di Hotel eL Royale, Selasa (3/6).
Dede menyampaikan bahwa secara ideal, ormas hadir sebagai wadah kesadaran berserikat dan berkumpul untuk mencapai visi dan misi bersama, memperkuat persatuan dan kesatuan, serta memberdayakan masyarakat demi meningkatkan kesejahteraan bersama.
“Ormas sejatinya adalah mitra pemerintah dalam pembangunan. Mereka berperan penting dalam menciptakan lingkungan yang aman, tertib, dan demokratis. Oleh karena itu, jika ada oknum ormas yang melakukan tindakan premanisme, jangan langsung menyamaratakan semua ormas,” tegas Dede di hadapan sekitar 250 peserta dari berbagai organisasi kemasyarakatan.
Dalam materi bertajuk “Peran Serta Ormas dalam Kehidupan Sosial Politik untuk Menekan Aktivitas Premanisme Guna Mewujudkan Kota Bandung yang Aman, Tertib dan Demokratis”, Dede memaparkan bahwa premanisme merupakan bentuk perilaku menyimpang yang mengedepankan kekerasan, intimidasi, dan tindakan ilegal seperti pemalakan dan pemerasan.
Ia menegaskan bahwa istilah “premanisme” memiliki konotasi negatif atau pejoratif, yang menggambarkan gaya hidup penuh kekerasan dan tidak bertanggung jawab. Bahkan, dalam praktiknya, aksi premanisme kerap kali disertai pungutan liar (pungli), kekerasan fisik, psikis, seksual, verbal, ekonomi, hingga sosial.
“Kekerasan juga bisa terjadi melalui media digital, seperti ujaran kebencian dan perundungan siber (cyberbullying), yang semuanya berdampak buruk terhadap kesehatan fisik, mental, dan sosial masyarakat,” jelasnya.
Lebih lanjut, Dede menjelaskan bahwa tindakan premanisme dapat dijerat hukum melalui Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang pemerasan. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa siapa pun yang memaksa orang lain untuk memberikan sesuatu dengan kekerasan atau ancaman, dapat dikenai hukuman penjara hingga sembilan tahun.
Menurutnya, penyebab utama maraknya premanisme antara lain adalah tingginya angka pengangguran, kemiskinan, serta kurangnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang layak. Dalam situasi seperti ini, ormas yang tidak dikelola secara baik rawan disusupi kepentingan tertentu—baik dari internal pengurus maupun pihak luar—untuk kepentingan bisnis, politik, atau aktualisasi pribadi.
“Terkadang ada pihak-pihak yang memanfaatkan kondisi tersebut untuk kepentingan kelompoknya, baik dari dalam ormas itu sendiri maupun dari luar,” tambahnya.
Mencegah Lebih Baik dari Menindak
Dede menekankan pentingnya pencegahan dibandingkan penindakan. Ia menyarankan agar dibuka ruang pembinaan bagi para pelaku premanisme yang ingin berubah. Selain itu, perlu dilakukan pemetaan terhadap ormas yang memiliki potensi mengganggu stabilitas daerah.
“Minimal, harus dilakukan personal profiling terhadap oknum pengurus ormas yang kerap membuat onar, melakukan intimidasi, pemerasan, atau kekerasan. Koordinasi dengan aparat keamanan dan tokoh masyarakat harus terus diperkuat sebagai bagian dari deteksi dini dan pencegahan konflik sosial akibat premanisme,” tandasnya.
Kegiatan ini diharapkan mampu memperkuat sinergi antara pemerintah, ormas, dan masyarakat dalam menciptakan iklim sosial politik yang sehat dan kondusif di Kota Bandung.
Comment