Kreatornews.com, Bandung – Pekerjaan di ketinggian merupakan salah satu aktivitas dengan tingkat risiko keselamatan paling tinggi dalam industri konstruksi, migas, telekomunikasi, utilitas hingga perawatan gedung. Data kecelakaan kerja menunjukkan bahwa jatuh dari ketinggian menjadi penyebab fatalitas paling dominan di berbagai sektor. Karena itu, membudayakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dinilai bukan hanya kewajiban hukum, tetapi kebutuhan mendasar demi menjaga nyawa pekerja dan menjamin keberlanjutan operasional perusahaan.
Hal tersebut disampaikan Dewan Penasihat DPP Afiliasi Seluruh Tenaga Teknik Infrastruktur (ASTTI), Dede Farhan Aulawi, saat menjadi narasumber pada pelatihan “Budaya K3 Pada Pekerjaan di Ketinggian” yang diselenggarakan oleh LPKTI – DPP ASTTI di Bandung, Kamis (13/11).
Menurutnya, pekerjaan di atas permukaan tanah pada elevasi tertentu, baik pada scaffolding, atap, menara, gondola hingga cerobong, menyimpan potensi bahaya besar mulai dari terpeleset, tersandung, tertimpa material, hingga kegagalan peralatan. “Tanpa budaya K3 yang kuat, pelatihan dan prosedur teknis tidak akan berjalan efektif,” ujarnya. Budaya K3 harus terwujud dalam sikap, nilai, dan kebiasaan aman yang melekat pada setiap aktivitas pekerja.
Ia menjelaskan bahwa langkah awal membangun budaya kerja aman adalah pengenalan bahaya dan penilaian risiko (Hazard Identification and Risk Assessment/HIRA). Bahaya utama meliputi permukaan kerja yang tidak stabil, kegagalan tali atau harness, cuaca ekstrem, pergerakan material tidak terkontrol, keletihan fisik, hingga kesalahan prosedur akibat kurangnya pelatihan. Penilaian risiko sistematis membantu menentukan kontrol efektif guna meminimalkan peluang terjadinya kecelakaan.
Dede juga mengingatkan bahwa pengendalian risiko harus mengikuti hierarki keselamatan, mulai dari eliminasi, substitusi, pengendalian teknik (engineering control), pengendalian administratif, hingga penggunaan alat pelindung diri (APD). “Semakin tinggi tingkat kontrol, semakin besar efektivitas pengurangan risikonya,” jelasnya.
Menurutnya, budaya K3 tidak akan terbangun tanpa kompetensi pekerja. Karena itu, pelatihan wajib mencakup pengetahuan dasar kerja aman di ketinggian, cara penggunaan dan pemeriksaan APD, teknik penyelamatan mandiri, serta pemahaman prosedur kerja dan izin kerja (work permit). Pelatihan harus dilakukan secara berkala untuk menjaga konsistensi kemampuan.
Di sisi lain, manajemen perusahaan juga memegang peran strategis. Komitmen dapat dibuktikan dengan penyediaan peralatan bersertifikasi, pelatihan reguler, inspeksi rutin scaffolding dan anchor point, pemberian penghargaan atas kepatuhan, hingga penerapan sanksi tegas bagi pelanggaran fatal. Supervisor yang kompeten juga harus diberi kewenangan penuh untuk menghentikan pekerjaan tidak aman.
Komunikasi efektif juga dinilai menjadi kunci. Toolbox meeting, safety talk, serta briefing harian diperlukan untuk memastikan semua pekerja memahami kondisi terbaru, termasuk perubahan prosedur dan cuaca. Pelaporan near miss harus dibudayakan sebagai proses pembelajaran untuk menutup celah keselamatan.
Pada aspek tanggap darurat, Dede menegaskan bahwa pekerjaan di ketinggian membutuhkan perencanaan yang sangat matang karena evakuasi vertikal lebih kompleks. Sistem harus mencakup pelatihan tim penyelamat, penyediaan alat penyelamatan, simulasi evakuasi berkala, rute evakuasi aman, serta koordinasi dengan fasilitas kesehatan terdekat.
Budaya K3, lanjutnya, terbentuk ketika pekerja menjalankan perilaku aman tanpa harus diperintah. Kampanye K3 berkelanjutan, pemasangan rambu visual, sesi berbagi pengalaman kecelakaan, hingga safety award merupakan bagian dari proses pembudayaan. Mentoring antara pekerja senior dan junior juga sangat penting dalam menularkan kebiasaan kerja aman.
“Membudayakan K3 pada pekerjaan di ketinggian merupakan proses strategis yang melibatkan seluruh unsur organisasi. Budaya K3 tidak terbentuk dalam semalam, tetapi melalui konsistensi penerapan prosedur, pelatihan, komunikasi, dan pengawasan berkelanjutan. Ketika budaya K3 telah mengakar, pekerjaan di ketinggian dapat dilakukan dengan aman, produktif, dan berkelanjutan, serta mampu melindungi aset paling berharga: nyawa manusia,” pungkasnya.

Comment