Home » Berita » Perencanaan tata ruang laut berbasis hukum dan ekosistem

Perencanaan tata ruang laut berbasis hukum dan ekosistem

Oleh: Dede Farhan Aulawi

Laut merupakan salah satu elemen vital dalam sistem kehidupan, baik secara global maupun nasional. Sebagai ruang yang terbuka dan dinamis, laut tidak hanya menyimpan kekayaan sumber daya alam, tetapi juga berfungsi sebagai jalur perdagangan internasional, zona pertahanan negara, serta arena berlangsungnya berbagai aktivitas sosial, budaya, dan ekonomi.

Namun, dalam konteks penataan ruang, muncul pertanyaan penting: apakah laut dapat atau boleh dipatok secara tetap seperti halnya daratan?

Dari sisi hukum dan keamanan, terdapat batasan yang jelas bahwa tidak semua bagian laut dapat dipatok atau ditetapkan secara kaku. Berikut beberapa perspektif yang dapat diperhatikan:

Dinamika laut dan ketidakpastian batas

Secara fisik, laut merupakan ruang yang senantiasa bergerak. Arus, gelombang, pasang surut, serta perubahan garis pantai membuat batas-batas geografis laut berubah secara alami. Karena sifatnya yang dinamis, pemagaran atau pematokan laut secara permanen tidak hanya tidak praktis, tetapi juga bertentangan dengan prinsip keterbukaan laut sebagaimana diatur dalam hukum laut internasional.

SMK Muhammadiyah Segeran Gelar LDKS dan Kemah Bersama dalam Rangka Milad Muhammadiyah ke-113

Prinsip kebebasan laut lepas dalam hukum internasional

Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982 menegaskan bahwa laut lepas (high seas) adalah wilayah yang berada di luar yurisdiksi nasional dan tidak boleh diklaim secara eksklusif oleh negara manapun. Di kawasan ini berlaku prinsip freedom of the high seas, yang mencakup kebebasan pelayaran, penangkapan ikan, penelitian ilmiah, serta pemasangan kabel dan pipa bawah laut.

Dengan demikian, pematokan atau penguasaan laut lepas secara eksklusif jelas bertentangan dengan prinsip tersebut dan dianggap sebagai pelanggaran hukum internasional.

Zona-zona laut yang diatur, bukan dipatok

Meskipun laut tidak bisa dipatok secara mutlak, UNCLOS memberikan kewenangan bagi negara pantai untuk mengatur pemanfaatan laut dalam zona-zona tertentu, seperti:

  • Laut Teritorial (hingga 12 mil laut dari garis pangkal): negara memiliki kedaulatan penuh, tetapi tetap wajib menjamin hak lintas damai bagi kapal asing.

  • Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE, hingga 200 mil laut): negara berhak mengeksploitasi sumber daya alam, tetapi tidak memiliki kedaulatan penuh atas wilayah tersebut.

    SMP dan SMK Al-Mustofa Pekandangan Diduga Manipulasi Data Dapodik

  • Landas Kontinen: negara dapat mengklaim hak atas sumber daya di dasar laut, namun tetap tidak boleh mematok laut secara fisik.

Dalam zona-zona ini, negara dapat menyusun tata ruang laut secara fungsional, misalnya dengan menetapkan kawasan perikanan, jalur pelayaran, wilayah konservasi, atau kawasan industri. Penataan ini bersifat administratif dan tidak boleh menghalangi kebebasan navigasi serta akses internasional sesuai hukum laut.

Aspek keamanan: risiko konflik dan militerisasi

Pematokan laut secara sepihak berpotensi menimbulkan konflik, terutama di kawasan yang memiliki klaim tumpang tindih antarnegara. Laut Cina Selatan menjadi contoh nyata bagaimana pematokan wilayah memicu ketegangan geopolitik, militerisasi, hingga bentrokan laut.

Selain itu, laut memiliki fungsi strategis militer. Kapal perang tetap memiliki hak lintas damai bahkan di laut teritorial, selama tidak mengancam keamanan negara pantai. Pembatasan laut secara kaku dapat melanggar prinsip ini dan memicu insiden militer yang tidak diinginkan.

Solusi: penataan fleksibel dan kolaboratif

Tata ruang laut yang ideal tidak dilakukan dengan pematokan fisik, melainkan melalui pendekatan yang fleksibel, adaptif, dan berbasis kesepakatan. Kerja sama regional maupun internasional menjadi kunci, misalnya dengan perjanjian zona penangkapan ikan bersama, jalur pelayaran internasional, atau kawasan konservasi lintas negara.

Penerapan Job Safety Analysis (JSA) dalam Meningkatkan Keselamatan Kerja

Pendekatan Ecosystem-Based Marine Spatial Planning (penataan ruang laut berbasis ekosistem) menjadi solusi yang lebih berkelanjutan karena menyeimbangkan kebutuhan ekonomi, kelestarian lingkungan, serta penghormatan terhadap hukum internasional.

Kesimpulan

Laut bukanlah ruang yang bisa dipatok secara permanen atau eksklusif. Dari perspektif hukum internasional dan aspek keamanan, pematokan laut bertentangan dengan prinsip kebebasan laut dan berpotensi menimbulkan konflik antarnegara.

Oleh karena itu, perencanaan tata ruang laut harus dilakukan dengan hati-hati, fleksibel, dan kolaboratif, dengan mengedepankan keseimbangan antara kedaulatan negara, kelestarian ekosistem, serta stabilitas global. Menjaga laut sebagai ruang bersama merupakan tanggung jawab kolektif demi keberlanjutan dan perdamaian dunia.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!
× Advertisement
× Advertisement