Home » Berita » Analisis yuridis pematokan pagar laut oleh pengusaha

Analisis yuridis pematokan pagar laut oleh pengusaha

Oleh: Dede Farhan Aulawi

Status hukum laut di Indonesia

Laut merupakan bagian dari ruang wilayah negara yang memiliki kedudukan strategis serta diatur oleh berbagai peraturan perundang-undangan, di antaranya:

  • UUD 1945 Pasal 33 ayat (3): “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

  • Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan

  • Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 jo. UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K)

    Penerapan Job Safety Analysis (JSA) dalam Meningkatkan Keselamatan Kerja

Secara yuridis, laut tidak dapat dimiliki secara pribadi. Negara berwenang penuh dalam pengelolaannya, dan karenanya laut tidak boleh diprivatisasi hanya demi kepentingan sepihak.

Ilegalitas pemasangan pagar laut

Praktik pemasangan pagar, patok, atau pembatas di laut oleh pihak pengusaha tanpa dasar hukum atau izin resmi dari pemerintah merupakan tindakan melawan hukum. Terlebih jika tindakan tersebut:

  • Menghambat akses nelayan tradisional menuju wilayah tangkap ikan.

  • Tidak melalui mekanisme perizinan pemanfaatan ruang laut sebagaimana diatur undang-undang.

Potensi pelanggaran hukum

Beberapa ketentuan yang berpotensi dilanggar dalam praktik ini antara lain:

Perubahan Iklim, Lingkungan, dan Biodiversitas, Tantangan Global bagi Keberlanjutan Kehidupan

  • Pasal 16 UU PWP3K: Pemanfaatan ruang pesisir dan pulau-pulau kecil wajib memiliki izin lokasi dan izin pengelolaan.

  • Pasal 23 UU Kelautan: Pemanfaatan ruang laut harus sesuai Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K).

  • Pasal 61 UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (klaster kelautan): Pemanfaatan ruang laut tidak boleh merugikan masyarakat, khususnya masyarakat hukum adat dan nelayan tradisional.

Perlindungan hukum bagi nelayan tradisional

Peraturan perundang-undangan memberikan perlindungan khusus bagi nelayan tradisional, antara lain:

  • Pasal 28H ayat (2) UUD 1945: Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama dalam mencapai persamaan dan keadilan.

    Pertanian Hijau dan Berkelanjutan, Menjaga Alam, Menjamin Masa Depan

  • UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.

Dengan dasar hukum tersebut, nelayan tradisional berhak memperoleh:

  • Akses bebas ke laut untuk melaut dan menangkap ikan.

  • Perlindungan dari praktik-praktik yang mengancam ruang hidup mereka.

Dampak sosial dan lingkungan

Pemasangan pagar laut secara ilegal dapat menimbulkan berbagai dampak, baik sosial maupun lingkungan, seperti:

  • Dampak sosial: Hilangnya mata pencaharian nelayan, munculnya konflik horizontal, serta ketimpangan ekonomi.

  • Dampak lingkungan: Terganggunya arus laut dan rusaknya ekosistem pesisir, terutama bila pagar dipasang secara permanen atau tidak ramah lingkungan.

Kesimpulan

Dengan demikian, pematokan atau pemasangan pagar laut tanpa izin resmi jelas merupakan pelanggaran hukum dari sisi kelautan, pengelolaan ruang, hingga hak asasi masyarakat pesisir. Nelayan tradisional memiliki landasan hukum yang kuat untuk menolak maupun menuntut praktik semacam ini, baik melalui jalur hukum, mediasi, maupun laporan kepada instansi berwenang.

Pemerintah sebagai pemegang otoritas wajib hadir untuk:

  • Menegakkan hukum dan mencabut izin yang merugikan masyarakat.

  • Melindungi ruang hidup dan keberlangsungan nelayan.

  • Mengevaluasi praktik privatisasi laut oleh pihak swasta maupun korporasi.

Rekomendasi

Masyarakat atau nelayan yang dirugikan dapat melaporkan praktik ilegal ini ke:

  • Dinas Kelautan dan Perikanan daerah.

  • Ombudsman Republik Indonesia.

  • Komnas HAM.

  • Lembaga Swadaya Masyarakat di bidang lingkungan dan hukum (misalnya WALHI, LBH).

Adapun upaya hukum yang dapat ditempuh meliputi:

  • Gugatan citizen lawsuit terhadap negara jika terjadi kelalaian.

  • Gugatan perdata atas pelanggaran hak.

  • Laporan pidana bila terdapat unsur perusakan lingkungan atau intimidasi.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!
× Advertisement
× Advertisement