Oleh : Dede Farhan Aulawi
Pemanfaatan utama uranium adalah sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga nuklir, menghasilkan energi listrik yang besar melalui reaksi fisi nuklir, serta sebagai bahan dalam produksi senjata nuklir. Selain itu, uranium digunakan dalam aplikasi medis dan industri (seperti pelindung radiasi dan pelacak) dan secara historis digunakan sebagai pewarna kaca dan keramik, serta dalam amunisi militer. Jadi pemanfaatan bahan uranium tidak selalu untuk pembuatan senjata/bom nuklir saja, tetapi juga banyak digunakan untuk tujuan damai.
Total sumber daya uranium Indonesia berdasarkan data dari Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) adalah sekitar 81.090 ton. Sebaran daerah potensialnya berada di:
-
Kalimantan Barat. Salah satu wilayah paling potensial, dengan temuan hingga puluhan ribu ton uranium, seperti di daerah Melawi.
-
Sumatera juga memiliki cadangan yang cukup besar, sekitar 31.567 ton uranium.
-
Sulawesi, terutama di Sulawesi Barat (Mamuju) ditemukan potensi uranium, meski jumlahnya lebih kecil dibanding daerah lainnya.
-
Bangka Belitung dan Singkep ada indikasi uranium di sana, juga potensi tersebar dalam kategori hipotesis atau belum terverifikasi secara penuh.
Banyak temuan masih dalam kategori hipotesis/indikatif, artinya belum semua telah diuji ekonominya. Ada beberapa bagian yang sudah diukur, terindikasi, dan tereka (tereksplorasi sebagian). Potensi uranium di Kalimantan Barat, khususnya Melawi, diperkirakan 24.112 ton berdasarkan Atlas Geologi dan RUPTL 2025–2034. Di Kalimantan Barat juga ada laporan tentang 17.005 ton uranium yang “terdata” di satu wilayah.
Selain uranium, Indonesia juga memiliki potensi besar thorium, sekitar 130.000–150.000 ton di beberapa pulau seperti Bangka Belitung, Kalimantan, dan Sulawesi. Thorium sering dianggap sebagai alternatif atau pelengkap uranium untuk bahan bakar nuklir, terutama di masa depan.
Terkait plutonium, perlu diketahui bahwa plutonium bukanlah unsur yang secara langsung ditambang dari bumi dengan jumlah besar seperti uranium. Plutonium pada umumnya dihasilkan dari proses nuklir (reaktor nuklir) melalui penangkapan neutron oleh uranium-238 atau bahan fisil lainnya, bukan dari deposit geologis alam langsung. Karena itu, tidak ada laporan atau data yang menyebutkan adanya tambang plutonium di Indonesia atau secara alamiah. Semua plutonium yang ada di dunia biasanya sebagai hasil sampingan kegiatan nuklir atau limbah radioaktif.
Oleh karena itu, ketika membahas potensi bahan bakar nuklir di Indonesia, istilah yang relevan adalah uranium dan thorium, bukan plutonium. Tantangan dan hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa pengembangan tambang uranium membutuhkan regulasi yang kuat terkait keamanan nuklir, radiasi, pengelolaan limbah, izin pertambangan, dan aspek lingkungan. Banyak potensi yang masih dalam tahap awal. Butuh studi kelayakan (teknis, ekonomi, lingkungan) untuk menentukan apakah penambangannya akan menguntungkan dan aman.
Selain tambang, dibutuhkan teknologi pengolahan, pemurnian, kemungkinan pengayaan, serta sistem keselamatan dalam pemanfaatan bahan bakar nuklir. Keputusan penggunaan energi nuklir sebagai bagian dari bauran energi nasional memerlukan persetujuan masyarakat, kepastian hukum, dan kepatuhan terhadap perjanjian internasional terkait proliferasi nuklir.
Proses pengayaan uranium-235 (U-235) adalah proses untuk meningkatkan persentase isotop U-235 dalam uranium alam. Uranium alam mengandung sekitar 99,3% Uranium-238 (U-238) (tidak mudah fisil) dan 0,7% Uranium-235 (U-235) (fisil, bisa digunakan untuk reaktor nuklir atau senjata nuklir). Karena kandungan U-235 terlalu rendah dalam uranium alam, perlu dilakukan pengayaan agar dapat digunakan, terutama dalam reaktor nuklir yang biasanya membutuhkan uranium yang diperkaya hingga 3–5% U-235 dan senjata nuklir yang memerlukan pengayaan hingga 90% U-235 (disebut weapons-grade).
Tahapan proses pengayaan uranium adalah:
-
Konversi Uranium. Uranium alam (dalam bentuk U₃O₈, dikenal sebagai yellowcake) dikonversi menjadi bentuk gas uranium heksafluorida (UF₆) agar bisa diproses dalam mesin pengayaan.
-
Proses Pengayaan. Beberapa metode pengayaan yang pernah atau masih digunakan adalah:
a. Difusi Gas (Gaseous Diffusion). Metode lama yang memanfaatkan perbedaan kecepatan difusi gas UF₆ yang mengandung U-235 dan U-238. U-235 (lebih ringan) berdifusi lebih cepat. Sekarang sudah tidak banyak digunakan karena boros energi.
b. Sentrifugasi Gas (Gas Centrifuge). Metode modern dan efisien. Gas UF₆ dimasukkan ke dalam tabung berputar dengan kecepatan sangat tinggi. Gaya sentrifugal memisahkan isotop di mana U-238 (lebih berat) terdorong ke luar, U-235 (lebih ringan) tetap lebih dekat ke pusat. Proses ini diulang berkali-kali (ribuan tahap) dalam rangkaian sentrifugal.
c. Laser Isotope Separation. Teknologi canggih yang menggunakan laser untuk memisahkan isotop berdasarkan perbedaan spektrum cahaya yang diserap. Contohnya AVLIS (Atomic Vapor Laser Isotope Separation) dan SILVA. Masih dalam tahap penelitian dan sangat sensitif karena potensi proliferasi senjata nuklir.
-
Hasil Akhir. Uranium diperkaya (enriched uranium) mengandung U-235 dalam kadar yang lebih tinggi. Tails (depleted uranium) merupakan sisa uranium dengan kandungan U-235 yang lebih rendah dari uranium alam.
Sebagai catatan bersama, perlu dipahami bahwa pengayaan uranium adalah teknologi sangat sensitif secara politik dan keamanan internasional karena dapat digunakan untuk tujuan damai (pembangkit listrik) tetapi juga berpotensi untuk senjata nuklir jika diperkaya ke kadar tinggi (HEU – Highly Enriched Uranium). Oleh karena itu, izin untuk melakukan pengayaan uranium ini tidak mudah karena sangat berbahaya jika disalahgunakan dan jatuh kepada tangan yang salah.
Semoga bermanfaat.

Comment