Oleh: Dede Farhan Aulawi
Dinamika geopolitik global sepanjang tahun 2025 menunjukkan arah perubahan yang sangat cepat dan kompleks. Para analis hubungan internasional dapat mencermati bahwa setiap pergeseran memiliki implikasi langsung terhadap kedaulatan dan keamanan negara. Geopolitik pada hakikatnya merujuk pada perubahan relasi kekuasaan antarnegara, yang dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, kemajuan teknologi, perubahan demografi, hingga kekuatan militer.
Beberapa variabel penting dapat digarisbawahi dalam konteks perkembangan geopolitik saat ini:
1. Perubahan Tatanan Global dan Multilateralisme
Tatanan dunia pasca–Perang Dingin runtuh. Dominasi Amerika Serikat melemah, bergeser ke arah dunia multipolar yang lebih kompetitif. Kebijakan tarif agresif, fragmentasi sistem perdagangan, hingga ancaman “resesi geopolitik” menciptakan instabilitas meski peluang pertumbuhan ekonomi tetap terbuka.
2. Fragmentasi Perdagangan & Tarif Proteksionis AS
Pemerintahan Trump memperkenalkan kebijakan tarif tinggi hingga rata-rata 18,2%—tertinggi sejak 1934. Kebijakan ini memicu fragmentasi perdagangan global, mengganggu rantai pasokan, dan mengubah lanskap aliansi ekonomi dunia.
3. Munculnya Blok & Aliansi Baru
-
Asia: China memperluas pengaruh melalui BRICS. Pada KTT BRICS (17 Juli 2025, Rio de Janeiro), fokus diarahkan pada tata kelola AI, kesehatan global, dan reformasi keamanan. India akan memimpin pada 2026.
-
Eropa: Muncul aliansi Weimar+ (Prancis, Jerman, Polandia, Inggris, Spanyol, Italia, dan Komisi Eropa) untuk mengurangi ketergantungan pada AS.
-
Asia Tengah: Summit EU–Asia Tengah (April 2025, Samarkand) menghasilkan kemitraan strategis dengan investasi US$13,2 miliar.
4. Teknologi, Geopolitik Digital, & Ketahanan AI
AI, komputasi kuantum, dan semikonduktor menjadi arena perebutan pengaruh. Blok teknologi terfragmentasi antara AS–China mempertegas diplomasi digital. BRICS menyerukan regulasi AI inklusif lewat PBB, sementara “Made in China 2025” mempercepat dominasi Tiongkok di AI, 5G, dan bioteknologi.
5. Aliansi CRINK: Rusia–China–Iran–Korea Utara
CRINK terbentuk sebagai kerjasama anti-Barat, meski tidak resmi. Sinergi ini menjadi penyeimbang terhadap hegemoni AS dan sekutunya.
6. Keamanan Eropa & Kebijakan Militer
Uni Eropa meluncurkan program ReArm Europe senilai €800 miliar, dengan kebijakan alokasi setengah anggaran pertahanan untuk industri dalam negeri. Langkah ini menegaskan respons Eropa terhadap ketidakpastian keamanan global.
7. Kebangkitan Kekuatan Global South
India, Brasil, Afrika, dan kawasan Asia-Pasifik menunjukkan kemandirian strategis yang lebih kuat. India mempererat kerjasama dengan Jepang dan Jerman untuk menjaga stabilitas Indo-Pasifik.
8. Krisis Iklim, Migrasi, & Tantangan Sosial
Perubahan iklim mempercepat migrasi massal dan konflik regional. Hal ini menuntut tata kelola global yang adaptif dan berlandaskan nilai kemanusiaan.
Penutup
Tatanan dunia kini semakin terfragmentasi. Multilateralisme lama merosot, digantikan oleh tatanan multipolar dengan blok-blok regional yang semakin kuat. Perlombaan proteksionisme melalui tarif tinggi dan blok teknologi menjadi pendorong utama pergeseran geopolitik. Aliansi baru seperti BRICS, Weimar+, dan kemitraan EU–Asia Tengah menegaskan arah kolaborasi global.
Militer dan AI kian mendominasi diplomasi masa depan, sementara Global South bangkit sebagai kekuatan baru yang menandai transformasi lanskap kekuasaan dunia.

Comment