INDRAMAYU – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Indramayu terus menunjukkan komitmennya dalam melestarikan budaya lokal sebagai warisan leluhur. Salah satu langkah nyata dilakukan melalui kegiatan Bedah Buku yang diselenggarakan oleh Dinas Perpustakaan dan Arsip (DPA) Kabupaten Indramayu, Kamis (8/5/2025), di Aula Bappeda Indramayu.
Kegiatan ini mengupas tuntas buku berjudul “Melestarikan Seni Tradisi Indramayu (Wayang Kulit, Berokan, Jaran Lumping)”, yang terbit tahun 2023 sebagai bagian dari program Lokal Konten. Acara diikuti 50 peserta dari kalangan guru, pegiat literasi, mahasiswa, hingga pelajar.
Dua penulis buku, Kusyoto, A.M.K. dan Abdul Azis HM, S.Ag., hadir untuk berbagi proses kreatif dan isi buku. Sedangkan penulis ketiga, Minanto, S.Hum., berhalangan hadir. Hadir pula sebagai pembedah buku, Suryana Hafidin, S.Pd., yang memberikan tinjauan kritis terhadap isi buku.
“DPA Indramayu mendorong agar karya lokal tak hanya hadir dalam bentuk cetak, tapi juga dikembangkan ke media digital seperti podcast agar menjangkau lebih luas,” ujar H. Iman Sulaeman, S.T., M.Pd., Sekretaris DPA Kabupaten Indramayu.
Sulaeman menegaskan bahwa budaya lokal harus terus dirawat agar tidak hanya menjadi bagian dari ingatan kolektif yang perlahan memudar, tapi tetap hidup dalam bentuk dokumentasi dan narasi tertulis yang bisa diwariskan lintas generasi.
Dalam sesi bedah buku, Suryana Hafidin memberikan beberapa catatan, antara lain pada penggunaan sampul dengan motif Mega Mendung yang dinilai kurang mencerminkan identitas visual khas Indramayu. Ia juga menyoroti adanya kalimat yang berulang serta gagasan yang perlu pendalaman.
“Walaupun isi buku kaya informasi, beberapa penjelasan masih bisa dikembangkan agar lebih utuh,” jelasnya.
Buku ini sendiri mengangkat seni tradisi khas Indramayu, seperti wayang kulit, jaran lumping, dan berokan. Ketiganya dijelaskan memiliki nilai filosofis dan karakteristik yang membedakan dari tradisi serupa di daerah lain.
Abdul Azis mengungkapkan bahwa berokan merupakan simbol pembuka keberkahan dalam setiap pertunjukannya, sedangkan Kusyoto menyoroti peran sentral dalang sebagai sutradara sekaligus narator dalam wayang kulit.
Apresiasi juga datang dari peserta, salah satunya Dewinta, guru SMK PGRI Indramayu. Ia menilai kegiatan bedah buku ini sangat membantu dalam memahami budaya lokal secara lebih komprehensif.
“Acara ini sangat bermanfaat. Kami jadi tahu lebih dalam makna dari setiap seni tradisi Indramayu,” ujarnya.
(KN**)
Comment